Untuk di Indonesia, perkembangan telematika mengalami tiga periode berdasarkan
fenomena yang terjadi di masyarakat. Pertama adalah periode rintisan yang
berlangsung akhir tahun 1970-an sampai dengan akhir tahun 1980-an. Periode
kedua disebut pengenalan, rentang wktunya adalah tahun 1990-an, dan yang
terakhir adalah periode aplikasi. Periode ketiga ini dimulai tahun 2000.
1. Periode Rintisan
Memasuki tahun 1980-an, perubahan
secara signifikanpun jauh dari harapan. Walaupun demikian, selama satu
dasawarsa, learn to use teknologi informasi, telekomunikasi, multimedia, mulai
dilakukan. Jaringan telpon, saluran televisi nasional, stasiun radio nasional
dan internasional, dan komputer mulai dikenal di Indonesia, walaupun
penggunaannya masih terbatas.
2. Periode Pengenalan
Periode satu dasawarsa ini, tahun
1990-an, teknologi telematika sudah banyak digunakan dan masyarakat
mengenalnya. Jaringan radio amatir yang jangkauannya sampai ke luar negeri
marak pada awal tahun 1990. hal ini juga merupakan efek kreativitas anak muda
ketika itu.
3. Periode Aplikasi
Awal era millennium inilah,
pemerintah Indonesia serius menanggapi perkembangan telematika dalam bentuk
keputusan politik, selanjutnya, teknologi mobile phone begitu cepat
pertumbuhannya. Bukan hanya dimiliki oleh hampir seluruh lapisan masyarakat
Indonesia, fungsi yang ditawarkan terbilang canggih. Muatannya antara 1
Gigabyte, dapat berkoneksi dengan internet juga stasiun televisi, dan
teleconference melalui 3G. Teknologi komputer demikian, kini hadir dengan skala
tera (1000 Gigabyte), multi processor, multislot memory, dan jaringan internet
berfasilitas wireless access point. Bahkan, pada cafe dan kampus tertentu,
internet dapat diakses dengan mudah, dan gratis.
Selain
dari ke tiga periode di atas perkembangan telematika di Indonesia dapat dibagi
lagi menjadi 2 masa yaitu :
1. Masa Pra-Satelit
a. Radio dan Telepon
Di periode pra satelit (sebelum
tahun 1976), perkembangan teknologi komunikasi di Indonesia masih terbatas pada
bidang telepon dan radio. Radio Republik Indonesia (RRI) lahir dengan di dorong
oleh kebutuhan yang mendesak akan adanya alat perjuangan di masa revolusi
kemerdekaan tahun 1945, dengan menggunakan perangkat keras seadanya. Dalam
situasi demikian ini para pendiri RRI melangsungkan pertemuan pada tanggal 11
September 1945 untuk merumuskan jati diri keberadaan RRI sebagai sarana
komunikasi antara pemerintah dengan rakyat, dan antara rakyat dengan rakyat.
Sedangkan telepon pada masa itu tidak terlalu penting sehingga anggaran
pemerintah untuk membangun telekomunikasipun masih kecil jumlahnya. Saat itu,
telepon dikelola oleh PTT (Perusahaan Telepon dan Telegrap) saja. Sampai
pergantian rezim dari Orla ke Orba di tahun 1965, RRI merupakan operator
tunggal siaran radio di Indonesia. Setelah itu bermunculan radio – radio siaran
swasta. Lima tahun kemudian muncul PP NO. 55 tahun 1970 yang mengatur tentang
radio siaran non pemerintah.
Periode
awal tahun 1960-an merupakan masa suram bagi pertelekomunikasian Indonesia,
para ahli teknologi masih menggeluti teknologi sederhana dan “kuno”. Misalnya
saja, PTT masih menggunakan sentral-sentral telepon yang manual, teknik radio
High Frequency ataupun saluran kawat terbuka (Open Were Lines). Pada masa itu,
banyak negara pemberi dana untuk Indonesia – termasuk pendana untuk
pengembangan telekomunikasi, menghentikan bantuannya. Hal itu karena semakin
memburuknya situasi dan kondisi ekonomi dan politi di Indonesia.
Tercatat bahwa pada masa
1960-1967, hanya Jerman saja yang masih bersikap setia dan menaruh perhatian
besar pada bidang telekomunikasi Indonesia, dan menyediakan dana walau di
masa-masa sulit sekalipun. Ketika itu pengembangan telekomunikasi masih
difokuskan pada pengadaan sentra telepon, baik untuk komunikasi lokal maupun
jarak jauh, dan jaringan kabel.
Indonesia
saat itu belum memiliki satelit. Sentral telepon beserta perlengkapan hubungan
jarak jauh ini diperoleh dari Jerman. Pada saat itu, Indonesia hanya dapat
membeli produk yang sama, dari perusahaan yang sama, yakni Perusahaan Jerman.
Tidak ada pilihan lain bagi Indonesia.
Keleluasaan barulah bisa dirasakan
setelah di tahun 1967/1968 mengalir pinjaman-pinjaman ke Indonesia, baik
bilateral ataupun pinjaman multilateral dari Bank Dunia, melalui pinjaman yang
disepakati IGGI. Akan tetapi, pada masa inipun inovasi dalam pemfungsian
teknologi telekomunikasi masih belum berkembang dengan baik di negeri ini. Peda
dasarnya kita memberi dan memakai perlengkapan seperti switches, cables,
carries yang sudah lazim kita pakai sebelumnya.
b. Televisi
Badan penyiaran televisi lahir
tahun 1962 sebelum adanya satelit yang semula hanya dimaksudkan sebagai
perlengkapan bagi penyelenggara Asian Games IV di Jakarta. Siaran percobaan
pertama kali terjadi pada 17 Agustus 1962 yang menyiarkan upacara peringatan
kemerdekaan RI dari Istana Merdeka melalui microwave. Dan pada tanggal 24
Agustus 1962, TVRI bisa menyiarkan upacara pembukaan Asian Games, dan tanggal
itu dinyatakan sebagai hari jadi TVRI.
Terdorong oleh inovasi, akhirnya
pada tanggal 14 November 1962 untuk pertama kalinya TVRI memberanikan diri
melakukan siaran langsung dari studio yang berukuran 9×11 meter dan tanpa
akustik yang memadai. Lebih setahun setelah siaran pertama, barulah keberadaan
TVRI dijelaskan dengan pembentukan Yayasan TVRI melalui Keppres No. 215/1963
tertanggal 20 Oktober 1963. Antara lain disebutkan bahwa TVRI menjadi alat
hubungan masyarakat (mass communication media) dalam pembangunan
mental/spiritual dan fisik daripada Bangsa dan Negara Indonesia serta
pembentukan manusia sosialis Indonesia pada khususnya. Sampai tahun 1989, TVRI
merupakan operator tunggal di bidang penyiaran televisi.
Jadi sebelum satelit palapa
mengorbit, Indonesia hanya mengenal telekomunikasi yang bersifat terestrial,
yakni yang jangkauannya masih dibatasi oleh lautan.
2. Masa Satelit
Gagasan tentang peluncuran
satelit bagi telekomunikasi domestik di Indonesia bisa ditelusuri asal
muasalnya dari sebuah konferensi di Janewa tahun 1971 yang disebut WARCST
(World Administrative Radio Confrence on Space Telecomunication). Pada
konferensi itu di tampilkan pila pameran dari perusahaan raksasa pesawat
terbang Hughes. Perusahaan inilah yang mengusulkan ide pemanfaatan satelit bagi
kepentingan domestik Indonesia. Hal tersebut disambut oleh Suhardjono yang
berlatar belakang militer dan membawa masalah satelit itu sampai ke Presiden RI.
Selain pertimbangan kelayakan ekonomi dan teknis, sejarah peluncuran satelit
ini juga diwarnai oleh kepentingan politik dimana hubungan antara Indonesia
dengan negara- negara lain sudah mulai bersahabat. Di sisi lain, satelit
memungkinkan penyebaran luas ideologi negara ke masyarakat luas melalui TV.
Komunikasi tentang cara-cara menggali sumber daya alam dapat berlangsung dengan
mudah. Ini berlaku untuk kasus tembaga pura (Freeport) dan di Dili. Peluncuran
satelit Palapa di Cape Canaveral, Florida, bulan Agustus 1976 pada panel
peluncuran terdapat 3 orang Indonesia dan perwakilan dari perusahaan NASA dan
Hughes.
Kejadian
ini diresmikan juga melalui pidato kenegaraan oleh presiden Soeharto di
Jakarta, tanggal 16 Agustus 1976. ini merupakan satu- satunya proyek teknologi
yang mendapat tempat terhormat di gedung Parlemen. Namun peluncuran satelit itu
merupakan kebijakan nasional yang gagasan awalnya dicetuskan oleh pemerintah.
Hal ini didasarkan pada
pertimbangan bahwa Indonesia pernah mengalami ancaman perpecahan. Untuk
mempersatukan tanah air yang sangat luas ini diperlukan sarana perhubungan yang
mencakup seluruh wilayah nusantara. Proses kelahiran satelit ini hanya
melibatkan sedikit teknokrat dan teknolog yang berpihak pada kepentingan Orba.
sumber:http://dwiasihrahaayu.blogspot.com/2013/10/sejarah-telematika-dan-sejarah.html